Jumat, 11 September 2009

Wedhatama

Wedhatama [1] - Mangkunegoro IV
Secara semantik, Serat Wedhatama terdiri dari tiga suku kata, yaitu: serat, wedha dan tama. Serat berarti tulisan atau karya yang berbentuk tulisan, wedha artinya pengetahuan atau ajaran, dan tama berasal dari kata utama yang artinya baik, tinggi atau luhur. Dengan demikian maka Serat Wedhatama memiliki pengertian: sebuah karya yang berisi pengetahuan untuk dijadikan bahan pengajaran dalam mencapai keutamaan dan keluhuran hidup dan kehidupan umat manusia.Serat Wedhatama yang memuat filsafat Jawa ini ditulis oleh Kangjeng Gusti Pangeran Arya (KGPA) Mangkunegara IV yang terlahir dengan nama Raden Mas Sudira pada hari Senin Paing, tanggal 8 Sapar, tahun Jimakir, windu Sancaya, tahun Jawa 1738, atau tahun Masehi 3 Maret 1811.
Semasa hidupnya, beliau memerintah Kasunanan Mangunegaran selama 25 tahun sejak 24 Maret 1853 dengan catatan prestasi di antaranya: di bidang pemerintahan, beliau mempertegas batas wilayah batas Kasunanan Mangunegaran; di bidang pertahan dan militer, beliau menerapkan kewajiban mengikuti pendidikan selama 6-9 bulan bagi para kerabat dewasa, yang kemudian harus menjadi pegawai negara dalam berbagai bidang. Di bidang ekonomi, beliau berhasil membangun pusat-pusat kegiatan ekonomi yang memberikan kesejahteraan bagi rakyat, seperti pabrik gula di Colomadu dan Tasikmadu, pabrik bungkil di Polokarto, pabrik genteng dan perkebunan karet di beberapa tempat dan lain sebagainya.  Sedang di bidang sosial budaya, menghasilkan karya sastra, tarian jawa, pembaharuan dalam musik gamelan Jawa dan sebagainya.
Sri Mangkunegara wafat pada hari Jumat tanggal 8 September 1881 pada usia 70 tahun. Beliau telah meninggalkan warisan yang tak ternilai harganya. Namun seiring dengan perjalanan waktu,  nilai budaya luhur yang ditinggalkannya secara pelan dan pasti semakin tergerus budaya asing dalam perjalanan waktu. Hal ini terjadi karena generasi muda penerus budaya dan kehidupan bangsa ini lebih pada kenyataannya banyak yang budaya manca dalam berbagai bentuknya, yang kebanyakan justru menjauhi esensi hidup dan kehidupan umat manusia dan alam semesta.
Agar Serat Wedhatama ini lebih mudah dipelajari dan dipahami berbagai lapisan masyarakat, disini disajikan naskah dalam versi Bahasa Jawa dan versi Bahasa Indonesia
SERAT WEDHATAMA KARYA KGPAA MANGKUNEGARA IV
Meskipun saya kurang memahami bahasa Jawa tapi akhirnya bisa juga
memahaminya meskipun baru sebatas pemahaman pemula semua itu atas
bantuan beberapa orang sahabat yang menerjemahkan Karya Monumenta
Serat Wedhatama yang di tulis oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya
(KGPAA) Mangkunagara IV diciptakan bertujuan untuk mengajak umat manusia
pada kemuliaan budi, dan larangan memperturutkan budi jahat. Beliau
menangkap realitas sosial dan pandangan jiwa bahwa gejala-gejala lahiriyah
memiliki kekuatan kosmis nominus yang merupakan realitas dunia. Nominus
tersebut juga mengajarkan laku spiritual terkait proses kebaktian kepada Sang
Pencipta, atau lebih dikenal dengan istilah sembah raga, cipta, rasa dan karsa.
Wedhatama berasal dari suku kata Wedha dan Utama artinya air jernih yang
sejuk dan utama atau kautaman dalam kehidupan manusia jawa. Sera
wedhatama ini berisi ajaran luhur tentang bagaimana membangun budi pekert
yang digubah dalam bentuk berbagai tembang.

“ Tanpa menghiraukan esensi agama mereka hanya bergulat pada
tingkat syariat. Kunjungan mereka ke tempat-tempat ibadah hanya merupakan
pameran belaka. Pembacaan kitab-kitab suci-pun hanya untuk memamerkan suara
mereka.”
PernYataaN DaLam WeDhaTama
“Jangan memaksa dirimu untuk mengikuti perilaku seorang
nabi. Sebagai orang jawa sifat dasarmu sudah berbeda, dan sebenarnya kau tidak
dapat meniru siapapun. Jangan sombong ataupun mengharapkan pujian. Apabila kamu
berpegang teguh pada apa yang kamu pelajari selama ini,itupun sudah cukup untuk
memperoleh karunia Allah.”
“Sebagai manusia dengan segala keterbatasannya, sebaiknya
kau menunaikan kewajibanmu dengan penuh kesadaran sesaui dengan kemampuan serta
keahlianmu. Demikian pendapatku, seorang bodoh yang tidak sepenuhnya menguasi
bahasa jawa, apalagi bahasa asing, namun tetap memberanikan diri untuk
menyampaikan ajaran-ajaran ini kepada kalian.”
“Banyak diantara kita yang percaya pada Tuhan karena takut
pada akherat. Hanya sedikit diantara kita yang benar-benar menyintai Tuhan. Ada pula yang hanya
mengharapkan pahala dan ganjaran, mereka lebih parah lagi, hubungan mereka
dengan Tuhan adalah hubungan dagang.”
wikipedia
Serat Wédhatama kuwi sawijining sastra Jawa gagrag anyar kang ngamot filsafat Jawa, tinulis déning Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara IV kang lair kanthi asma Raden Mas Sudira ing dina Senin Paing, tanggal 8 Sapar, taun Jimakir, windu Sancaya, taun Jawa 1738, utawa taun Masehi 3 Maret 1811. Sacara semantik, Serat Wedhatama dumadi saka telung wanda, yakuwi: serat, wedha lan tama. Serat, tegesé tulisan utawa karya kang arupa tulisan, wedha, tegesé kawruh utawa ajaran, lan tama, asal saka tembung utama kang tegesé apik, dhuwur utawa luhur. Dadi Serat Wedhatama duwèni pangertèn: sawijining karya kang isi kawruh kanggo didadèkaké ajaran jroning nggayuh kautaman lan kaluhuran urip lan kauripan umat manungsa.
Rahasia spiritual raja mataram

Serat Wedhatama merupakan salah satu karya agung pujangga sekaligus seniman besar pencipta berbagai macam seni tari (beksa) dan tembang. Wayang orang, wayang madya, pencipta jas Langendriyan (sering digunakan sebagai pakaian pengantin adat Jawa/Solo). Beliau adalah enterpreneur sejati yang sangat sukses memakmurkan rakyat pada masanya dengan membangun pabrik bungkil, pabrik gula Tasikmadu dan Colomadu di Jateng (1861-1863) dengan melibatkan masyarakat, serta perkebunan kopi, kina, pala, dan kayu jati di Jatim dan Jateng. Masih banyak lagi, termasuk merintis pembangunan Stasiun Balapan di kota Solo. Beliau juga terkenal gigih dalam melawan penjajahan Belanda. Hebatnya, perlawanan dilakukan cukup melalui tulisan pena, sudah cukup membuat penjajah mundur teratur. Cara inilah menjadi contoh sikap perilaku utama, dalam menjunjung tinggi etika berperang (jihad a la Kejawen); “nglurug tanpa bala” dan “menang tanpa ngasorake”. Kemenangan diraih secara kesatria, tanpa melibatkan banyak orang, tanpa makan korban pertumpahan darah dan nyawa, dan tidak pernah mempermalukan lawan. Begitulah kesatria sejati.
Selain terkenal kepandaiannya akan ilmu pengetahuan, juga terkenal karena beliau tokoh yang amat sakti mandraguna. Beliau terkenal adil, arif dan bijaksana selama dalam kepemimpinannya. Beliau adalah Ngarsa Dalem Ingkang Wicaksana Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Sri Mangkunegoro IV. Raja di keraton Mangkunegaran Solo. Berkat "laku" spiritual yang tinggi beliau diketahui wafat dengan meraih kesempurnaan hidup sejati dalam menghadap Tuhan Yang Mahawisesa; yakni "warangka manjing curiga" atau meraih kamuksan; menghadap Gusti (Tuhan) bersama raganya lenyap tanpa bekas.
Wedhatama merupakan ajaran luhur untuk membangun budi pekerti dan olah spiritual bagi kalangan raja-raja Mataram, tetapi diajarkan pula bagi siapapun yang berkehendak menghayatinya. Wedhatama menjadi salah satu dasar penghayatan bagi siapa saja yang ingin "laku" spiritual dan bersifat universal lintas kepercayaan atau agama apapun. Karena ajaran dalam Wedhatama bukan lah dogma agama yang erat dengan iming-iming surga dan ancaman neraka, melainkan suara hati nurani, yang menjadi "jalan setapak" bagi siapapun yang ingin menggapai kehidupan dengan tingkat spiritual yang tinggi. Mudah diikuti dan dipelajari oleh siapapun, diajarkan dan dituntun step by step secara rinci. Puncak dari “laku” spiritual yang diajarkan serat Wedhatama adalah; menemukan kehidupan yang sejati, lebih memahami diri sendiri, manunggaling kawula-Gusti, dan mendapat anugrah Tuhan untuk melihat rahasia kegaiban (meminjam istilah Gus Dur; dapat mengintip rahasia langit).
Serat yang berisi ajaran tentang budi pekerti atau akhlak mulia, digubah dalam bentuk tembang agar mudah diingat dan lebih “membumi”. Sebab sebaik apapun ajaran itu tidak akan bermanfaat apa-apa, apabila hanya tersimpan di dalam “menara gadhing” yang megah.
Kami sangat bersukur kepada Gusti Allah, dan berterimakasih sebesar-besarnya kepada Eyang-eyang Gusti dan para Ratu Gung Binatara yang telah njangkung lan njampangi kami dalam membedah dan medhar ajaran luhur ini, sehingga dengan “laku” yang sangat berat dapat kami susun dalam bahasa Nasional. Karena keterbatasan yang ada pada kami, mudah-mudahan tidak mengurangi makna yang terkandung di dalamnya. Tanpa adanya kemurahan Gusti Allah dan berkat doa restu dari para leluhur agung yang bijaksana, kami menyadari sungguh sulit rasanya, memahami dan menjabarkan kawruh atau pitutur yang maknanya persis sama sebagaimana teks aslinya. Mudah-mudahan hakikat yang tersirat di dalam pelajaran ini dapat diserap secara mudah oleh para pembaca yang budiman. Harapan saya mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi siapa saja, tanpa memandang latar belakang agama dan kepercayaannya. Bagi siapapun yang lebih winasis pada sastra Jawa, saya tampilkan juga teks aslinya. Mudah-mudahan para pembaca, dapat memberikan koreksi, kritik dan saran kepada saya.

Isi
Serat ini terdiri dari 100 pupuh (bait, canto) tembang macapat, yang dibagi dalam lima lagu, yaitu
Pangkur (14 pupuh, I - XIV))
Sinom (18 pupuh, XV - XXXII)
Pocung (15 pupuh, XXXIII - XLVII)
Gambuh (35 pupuh, XLVIII - LXXXII)
Kinanthi (18 pupuh, LXXXIII - C)
Isinya adalah merupakan falsafah kehidupan, seperti hidup bertenggang rasa, bagaimana menganut agama secara bijak, menjadi manusia seutuhnya, dan menjadi orang berwatak ksatria.
Terdapat beberapa bagian yang dapat dianggap sebagai kritik terhadap konsep pengajaran Islam yang ortodoks, yang mencerminkan pergulatan budaya Jawa dengan gerakan pemurnian Islam (gerakan Wahabi) yang marak pada masa itu.
[sunting] Serat Wedhatama di Masa Kini
Teks ini masih populer hingga sekarang. Kitab terjemahan ke dalam bahasa Indonesia serta tafsirnya telah diterbitkan. Terjemahan dalam bahasa Inggris juga telah dikerjakan.
Adityo Djatmiko (1969). Tafsir Ajaran Serat Wedhatama. Penerbit Pura Pustaka.
Stuart Robson (1990). The Wedhatama : an English translation. KITLV Press.
Yusro E. Nugroho (2001). Serat Wedhatama, Sebuah Masterpiece Jawa dalam Respons Pembaca. Penerbit Mimbar.
Penyanyi Gombloh mengutip sebagian dua sajak yang populer dari Wedhatama (Pangkur bait I dan XII) ke dalam komposisinya, Hong Wilaheng Sekaring Bawono (1981). id.wikipedia.org/wiki/Wedhatama

Serat Wedhatama karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunagara IV diciptakan bertujuan untuk mengajak umat manusia pada kemuliaan budi, dan larangan memperturutkan budi jahat. Beliau menangkap realitas social dan pandangan jiwa bahwa gejala-gejala lahiriyah memiliki kekuatan kosmis nominus yang merupakan realitas dunia.  Nominus tersebut juga mengajarkan laku spiritual terkait proses kebaktian kepada Sang Pencipta, atau lebih dikenal dengan istilah sembah raga, cipta, rasa dan karsa.
Wedhatama berasal dari suku kata Wedha dan Utama artinya  air jernih yang sejuk dan utama atau kautaman dalam kehidupan manusia jawa.  Serat wedhatama ini berisi ajaran luhur tentang bagaimana membangun budi pekerti yang digubah dalam bentuk tembang. http://sukolaras.wordpress.com/2009/01/08/serat-wedhatama-dari-kgpaa-mangkunegara-iv/